KabupatenKupang_IndoNusra.com- Sidang lanjutan kasus dugaan pencurian anakan pisang Cavendish yang melibatkan terdakwa Gasper Tipnoni mendapat sorotan tajam.
Sorotan ini datang dari pengacara muda yang sebagai Penasehat Hukum (PH) asal Fatuleu itu yakni, Maurid Muni Bait, S.H dalam sidang pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Selasa (20/5/25), malam lalu di Pengadilan Negeri Kabupaten Kupang, Oelamasi.
Maurid yang akrab disapa menegaskan adanya ketidaksesuaian keterangan saksi dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat di kepolisian.
“Hakim harus melihat bahwa banyak keterangan para saksi yang secara terang benderang telah menipu di dalam ruang sidang Ini bukan sekadar penyimpangan, ini kebohongan hukum”, ujar Maurid lantang.
Ia menyebut bahwa keterangan Saksi-saksi, termasuk saksi korban, tidak sinkron dengan dakwaan maupun fakta lapangan.
Salah satu saksi korban bahkan menyatakan tidak ingin memberikan kesaksian yang memberatkan Gasper karena meyakini bahwa pelaku utama bukanlah terdakwa.
“Saksi menyebut nama Rudi, bukan Gasper. Bahkan nama-nama seperti Ruben Masneno, Andi Suryono, dan beberapa pihak dari dinas juga disebut turut terlibat. Namun, dakwaan justru fokus pada Gasper”, tegas Maurid.
Menurutnya, Rudi adalah sosok yang menyimpulkan pernyataan Gasper secara keliru.
“Gasper tidak pernah menyuruh untuk mencuri. Ia hanya mengatakan anakan pisang itu bisa diambil jika sudah mendapat izin dari pemilik kebun, Pak Yohanes”, jelasnya.
Sayangnya, konfirmasi itu tidak pernah dilakukan, sehingga menimbulkan tafsir sepihak yang dijadikan dasar tindakan pencurian.
Empat saksi fakta yang dihadirkan JPU dalam sidang juga tidak ada satu pun yang menyaksikan langsung tindakan pencurian oleh Gasper. Ini, menurut Maurid, menjadi tanda tanya besar bahwa tuduhan kepada kliennya sangat lemah.
“Rudi adalah orang cakap secara hukum, dewasa, tamatan SMA, dan tidak memiliki gangguan mental. Orang dengan kecakapan seperti itu tidak bisa berlindung di balik alasan ketidaktahuan hukum. Ia tahu bahwa mengambil barang milik orang lain tanpa izin adalah perbuatan melawan hukum”, tegas Maurid.
Lebih lanjut, Ia menyesalkan kesaksian dari Ruben Masneno yang telah lama berteman dengan Gasper.
“Ruben dan Gasper berteman sejak lama, bahkan sebelum kakak Gasper menjabat sebagai Bupati. Tapi hari ini, Ruben menyangkal semua itu, bahkan menyangkal bantuan dan kebun yang ditanamnya sendiri. Ini sungguh menyedihkan”, ujarnya dengan nada getir.
Dalam sidang, Maurid juga menyoroti ketidak konsistenan kesaksian dari pihak Dinas Pertanian Kabupaten Kupang.
“Kepala dinas dan saksi lain seperti Ibu Amin Juariah menyatakan tidak pernah berkomunikasi dengan Gasper. Padahal, bukti percakapan digital menunjukkan sebaliknya. Ini bisa diperiksa melalui HP dan sangat mudah dibuktikan”, tambahnya.
Ia menyatakan bahwa Gasper tidak memiliki kaitan langsung dengan pencurian tersebut, dan justru Pihak-pihak lain yang mengambil pisanglah yang harus bertanggung jawab secara hukum.
“Kami juga mempertanyakan kenapa pihak seperti Andi, Rudi, dan Ruben yang mengambil anakan pisang di kebun Pak Yohanes tidak diperiksa secara mendalam. Bahkan Ruben mengakui bahwa anakan pisang yang ditanamnya telah berbuah dan ia menikmati hasilnya. Ini jelas unsur penadahan!”, pungkasnya.
Dirinya mengaku bahwa selama kariernya sebagai pengacara, baru kali ini Ia merasa harus bersikap lebih keras di ruang sidang.
“Saya jarang sekali bersikap frontal, tapi ini penipuan hukum yang nyata. Saya harus membela kebenaran”, ucapnya penuh emosi.
Ia juga menyampaikan kritik tajam terhadap proses seleksi rekanan pengadaan anakan pisang.
“Banyak program pemerintah yang baik, tapi jangan pilih penyedia asal-asalan. Lihat saja, penyedia yang tidak punya kebun, tidak punya pisang, tapi dipercaya lalu lari dari tanggung jawab”, tuturnya.
Menutup keterangannya, Maurid menyatakan akan fokus terlebih dahulu pada pembelaan terhadap terdakwa.
“Langkah hukum lanjutan sedang kami pertimbangkan. Kami tidak ingin terburu-buru, yang jelas kami akan lawan kebohongan ini demi keadilan sejati”, bebernya.
Kasus ini menjadi cermin bahwa keadilan bukan hanya soal siapa yang bersuara paling keras, tapi siapa yang membawa bukti paling terang.
“Sidang lanjutan dijadwalkan pekan depan, dan publik Kupang menanti: akankah kebenaran berpihak pada yang benar?”, tanya Maurid. (***)